METODE MEMBACA DAN MENGIKAT MAKNA
Menulis untuk Menemukan Kebahagiaan
[Hernowo, “Mengikat Makna Update”,
2009]
Pendahuluan
Guru adalah sekelompok manusia cerdas
yang mencerdaskan generasi muda serta menghantarkannya kepada dunia pemahaman,
sehingga mereka (generasi muda) mampu mandiri serta piawai berinteraksi sosial
yang santun, jujur dan terhormat dalam kehidupan bermasyarakat. Berbagai gaya
guru dalam menyampaikan materi pelajaran, merupakan upaya menyempurnakan
kemampuan berfikir siswa, baik berfikir analitik maupun berfikir kreatif.
Sehingga banyak sekolah di Dunia, sampai saat ini aktif melakukan penelitian
untuk mencari metode pembalajaran yang lebih sempurna dan dijadikan perangkat
dasar bagi gaya penyampaian materi terhadap siswanya. Begitu besar harapan
masyarakat terhadap sekolah, sebagai wahana pengkajian ilmu pengetahuan,
sehingga keberadaannya dapat memberikan solusi bagi permasalahan kehidupan
masyarakat. Diyakini sepenuhnya oleh berbagai kalangan masyarakat, bahwa
sekolah mampu menyediakan menu pendidikan yang dibutuhkan, dengan metoda
pembelajaran yang tepat dan cerdas bagi keperluan kehidupan, sehingga ketika
mereka memasuki wilayah pendidikan tersebut, akan memperoleh pengembangan
kepribadian dalam berfikir dan bertindak sesuai dengan karakteristik masyarakat
yang berpendidikan (cerdas mamahami masalah, cermat menentukan prioritas, tepat
menemukan pemecahan masalah). Dengan memperhatikan kepercayaan masyarakat
tersebut di atas, maka metoda pembejaran yang diterapkan sekolah menjadi faktor
kunci keberhasilan melahirkan pemikir/intelektual yang mumpuni dan bermanfaat
bagi kehidupan masyarakat. Perkembangan metode pembelajaran saat ini (pada
berbagai perkembangan di dunia pendidikan), ditujukan untuk meningkatkan
kecerdasan peserta didik dalam tiga dimensi (kecerdasan intelektual, kecerdasan
emosional, dan kecerdasan spiritual/kecerdasan moral). Apabila perhatian hanya
bertumpu pada salah satu kecerdasan saja, akan melahirkan insan yang cenderung
tidak arif, eksploitatif, serakah, dan berbagai kelemahan lainnya. Seluruh
kecerdasan di atas dapat dicapai, apabila peserta didik (siswa) dirangsang
untuk gemar membaca, “sebab pintu gerbang pemahaman adalah membaca”, baik
membaca secara literal maupun membaca fenomena semesta, bahkan membaca dengan
koridor transendental. Rangsangan untuk gemar membaca, seringkali dihadapkan
kepada kendala rangsangan untuk memanjakan diri, sehingga kegiatan membaca
hanya sekedar mengkonsumsi berita yang tidak memerlukan rangsangan mengikat
makna, bahkan kebanyakan hanya cukup dengan mendengar informasi sudah dianggap
sebagai aktivitas membaca. Kegiatan membaca adalah aktivitas panca indra yang
melibatkan indra ke enam untuk mencerap maknanya, Artinya tidak terdapat ruang
yang kosong yang tidak melibatkan panca indra dalam melakukan aktivitas
membaca, sebab membaca berarti, melihat, meraba, merasa, mendengar, dan
mengucapkanya serta menuliskannya kembali, yang disertai perenungan untuk
mengikat makna dibalik yang dibaca. Melihat kenyataan tersebut maka wajarlah
jika hanya manusia yang terangsanglah, yang berminat untuk senantiasa membaca,
sebab mereka telah mencapai derajat insan yang ingin berilmu (ingin menjadi
Ulama). Pada zaman kini, sarana baca adalah buku, dimana buku merupakan makanan
ruhani, dengan demikian maka membaca buku berarti melahap makanan ruhani
(melahap makanan spritual). Apabila ruang spiritual yang ada pada kita tidak diisi dengan dorongan
yang tinggi, pastilah ruang itu akan penuh dihuni oleh sesuatu yang lebih
rendah—- sikap hidup kerdil, keji, dan kikir, yang ditutup-tutupi oleh kalkulus
ekonomi (E.F. Schumacher).
Buku adalah pengusung
peradaban. Tanpa buku, sejarah menjadi sunyi, sastra bisu, ilmu pengetahuan
lumpuh, serta pikiran dan spekulasi mandek (Barbara Tuchman). Persoalan paling mendasar yang ada
dihadapan kita adalah, berapa lama waktu yang diperlukan untuk membaca buku
setebal 350 halaman. Pertanyaan ini sesungguhnya sedang menuding kita dengan
pertanyaan lainnya, yaitu seberapa besar keengganan kita membaca buku tebal?
atau seberapa cepat kemampuan kita membaca buku tebal sekaligus memahami
maknanya?
Tips merangsang minat membaca
Rangsangan untuk meningkatkan minat
membaca, terletak pada manfaat yang akan diperoleh dari kegiatan membaca
tersebut. Kecenderungan kurangnya minat membaca, karena kegiatan tersebut
merupakan beban dan bukan sebagai kegiatan yang menyenangkan. Beberapa manfaat
membaca yang dapat kita telusuri diantaranya:
1. Membaca : Memahami. Berdasar kepada
Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara jelas baca (membaca) itu diartikan juga
sebagai aktivitas memahami. Arti tersebut sejalan dengan Makna kata “Iqro” yang
terambil dari kata “qara’a” (Quraish Shihab) yang berarti menghimpun
(menghimpun makna). Betapa kegiatan membaca akan mengajak pembaca untuk menguak
tabir yang tersembunyi dari para penulis buku, pemikir, maupun kitab suci,
sehingga mampu membawa pembaca pada dunia pemahaman yang luar biasa.
2. Membaca : Memaknai. Membaca dalam
arti memahami akan menjadi sangat efektif apabila dalam proses pemahaman
disertai pula oleh keinginan pembaca mengorek makna/manfaat dari yang
dibacanya.
3. Membaca : Memperluas wawasan dan
memperkaya perspektif. Banyak melahap berbagai jenis buku artinya memperluas
sudut pandang dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan memahami perbedaan
pemikiran, sehingga pembaca akan didorong menjadi insan bijak.
4. Kecintaan membaca : Kecintaan
belajar. Gemar membaca artinya sedang mempersiapkan diri untuk mempelajari
sesuatu yang baru atau yang akan terjadi.
5. Harus gemar membaca agar dapat
membaca dengan baik.
6. Membaca dengan baik : menyantap
makanan ruhani yang bergizi.
7. Membaca adalah salah satu aktivitas
terpenting sepanjang hayat.
8. Membaca buku : memusnahkan risiko
pikun dimasa tua.
9. Pikiran sadar dan tak sadar bekerja
serentak saat membaca.
10. Membaca : Mengaktifkan learning connection.
11. Membaca : Olahraga pikiran.
Metode Membaca Cepat model Accelerated
Learning
Kelambanan seseorang membaca sebuah
informasi/ilmu/pengetahuan yang bersumber dari literatur mengakibatkan
keterlambatan mencerap makna, dan pada akhirnya mengakibatkan ketertinggalan
dalam implementasi dan aplikasi informasi/ilmu/pengetahuan tersebut dalam
aktifitas kehidupan sehari-hari. Mengapa kita membaca lebih lambat? Bersikeras
ingin melihat setiap kata dalam setiap baris, mengakibatkan kita terjebak
kedalam membaca kata, padahal bukan kata-kata itu yang penting melainkan
gagasan yang disampaikan kata-kata tersebut. Hal lainnya yang melambatkan kita
membaca adalah masih ingin mendengar perkataan dalam benak kita pada saat
sedang membaca. Memiliki metode membaca cepat sama artinya dengan belajar
cepat, atau sama artinya dengan mengikat makna bacaan dengan cepat, hal ini
mengandung banyak manfaat, diantaranya adalah:
1. Mengalihkan dari kebiasaan membaca
kata-kata kepada membaca makna.
2. Memaknai ide/pemikiran penulis lebih
cepat dan lebih banyak.
3. Meningkatkan kemampuan memaknai pemikiran
penulis identik dengan merangsang otak mencari ide/pemikiran yang lebih tinggi,
serta membiasakan otak menganalisis makna yang tercerap lebih cepat.
4. Meningkatkan kemampuan membaca secara
visual (imajinatif/bertafakur), dari berbagai sumber bacaan (baik literatur
maupun dari gejala alam, maupun fenomena lainnya.
Kita bisa meningkatkan kecepatan
membaca dengan cara sebagai berikut : Ambillah buku yang dianggap menarik,
mulailah membaca setiap baris teks tidak dari awal baris sekali tetapi dari dua,
tiga kata dari awal baris, dan berhenti membaca dua atau tiga baris dari akhir
baris. Pada saat membaca bantulah dengan meletakan tangan secara mendatar di
atas halaman buku, dan gerakan maju mundur sepanjang halaman dengan gerakan
menyapu. Gerakan tangan menuruni halaman dengan kecepatan yang tetap. Mulailah
menggerakan tangan menuruni halaman dengan kecepatan semakin tinggi.
Kecepatannya harus lebih tinggi daripada yang kita rasa mungkin untuk merekam
apapun. Biarkan mata mengikuti ujung jari menuruni halaman, tetapi tetap dalam
batasan sapuan tadi. Percepatlah hingga kita hanya menghabiskan 4 atau 5 detik
per halaman. Pada kecepatan di atas, mula-mula kita akan melihat segalanya
kabur, namun jika bertahan maka secara ajaib kata mulai menonjol di setiap
halaman, itulah sebagian kata kunci. Ini merupakan bukti bahwa otak memproses
sebagian besar teks buku tersebut.
Cara di atas hanya merupakan cara
membaca, belum menyentuh pada cara mencerap makna dengan cepat. Beberapa
langkah untuk mencapai mencerap makna/gagasan bacaan dengan cepat : (membaca
buku setebal 250 halaman, 10 bab yang masing-masing berisi 25 halaman)
1. Ciptakan gambaran keseluruhan buku
dari tinjauannya. Apa gagasan intinya? (Waktu kira-kira 5 – 10 menit)
2. Lihat sekilas bahannya. Baca bab pertama
dengan kecepatan sekitar 6 detik per halaman. Yang harus dibaca adalah gagasan
dan fakta kunci. Pastikan bahwa buku ini bermanfaat bagi bertambahnya
pengetahuan kita, jika tidak maka dapat ditinggalkan tanpa membuang waktu (Waktu
setiap bab 3 menit, seluruh buku 60 menit)
3. Buatlah sketsa hal-hal yang anda
ketahui (waktu setiap bab 3 menit)
4. Siapkan Pertanyaan. Apa saja gagasan
utamanyaa? bukti apa yang mendukung ? apakah fakta aktualnya ? apakah
kesimpulannya telah diuji ? apa saja hal yang baru ? apa yang dapat saya
manfaatkan ?
5. Bacalah teks setiap bab (Waktu 15 –
20 detik per halaman). Pada tahap ini kita dapat menggaris bawahi
gagasan-gagasan baru dan menuliskan tanda cek atau tanda tanya. (waktu setiap
bab 8 menit)
6. Tinjauan balik. Baca lagi bab tersebut,
dengan berhenti pada bagian sulit dan memahami kaitan antara berbagai gagasan
dan argumen, yakni untuk memahami pola argumen tersebut. (waktu 8 menit/bab)
7. Buatlah catatan. (waktu 10 menit/bab)
8. Ulangi.
Hari berikutnya, lihatlah kembali
catatan selama 10 menit. Tambahkan 5 –10 menit lagi untuk seminggu kemudian,
dan 5 – 10 menit sebulan kemudian. Dengan cara membaca/memahami dalam 8 tahap
di atas, artinya kita mampu memahami buku 250 halaman dalam 6 jam, termasuk di
dalamnya Membaca aktif yang banyak, membuat catatan dan mengulangnya.
Metode Membaca Cepat model Spiritual
Learning
Aktivitas membaca melibatkan panca
indra (penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan mengecap (rasa dan
ucapan). Seluruh indra tersebut sejatinya merupakan alat yang dipergunakan
dalam proses pengikatan informasi kedalam akal manusia dan cenderung bersifat
fisikal (materi), sehingga hasil pengikatan informasi melalui pengindraan ini
akan mengarahkan manusia kepada alam fisikal yang dibatasi oleh ruang dan waktu.
Diyakini sepenuhnya, bahwa hasil proses pengindraan yang menjadi pengetahuan
bagi manusia, menuntun manusia dengan pengetahuannya tersebut untuk bertindak
dan beraktifitas (tindakan/aktifitas manusia berdasar kepada pengetahuan yang
dimilkinya/dikuasainya). Dan diyakini pula bahwa seluruh tindakan/aktivitas
manusia akan dipertanggungjawabkan dihadapan manusia serta dihadapan pengadilan
akhir (hari akhir). Berdasar kepada hal tersebut di atas, maka semakin jelaslah
bagi kita bahwa kedudukan penggalian ilmu melalui aktivitas membaca merupakan
kunci tindakan dan perilaku manusia, dimana perilaku dan tindakan manusia
merupakan buah penggalian ilmu yang akan disebarkan kepada generasi penerus,
dan hasil akhirnya adalah mempertanggungjawabkan seluruh tindakan bersangkutan
bagi amar ma’ruf nahi mungkar di hadapan Yang Maha Mengetahui. Seringkali kita
lupa, bahwa ilmu pengetahuan (hasil proses pembelajaran yang dilakukan), adalah
milik kita, padahal sumber ilmu pengetahuan itu adalah hasil pemikiran orang
lain (orang sebelum kita), fenomena alam, atau dengan kata lain ilmu
pengetahuan sudah ada sebelumnya, kita hanya berproses untuk menemukannya.
Sehingga aktifitas membaca sesungguhnya adalah menggali dan menemukan sumber
ilmu sejati, yang pada akhirnya membawa manusia mengetahui siapakah dirinya
dihadapan pemilik ilmu sesungguhnya. Fungsi pengindraan yang dilakukan pada
saat membaca ternyata tidak cukup membawa manusia mencapai derajat berilmu,
sebab pengetahuan yang dihasilkan melalui pengindraan kadang menjebak kita pada
eksistensi diri, yang diaktualisasikan kepada pengakuan diri secara
materialisme. Pertanyaannya adalah benarkah manusia memiliki eksistensi?,
dengan kata lain pengindraan sering mengecoh kita kepada hayalan dan peramalan
yang kadang menimbulkan kegelisahan. Qolbu sebagai sarana tafakur, menjadi
faktor penentu dalam mengikat makna bacaan, dimana qolbu yang bersemayam
Keimanan terhadap Yang Maha Cendikiawan (ARRASYIID) dan Yang Maha Mengetahui
(AL’ALIIM), akan mampu memilih antara bacaan yang bergizi dengan bacaan yang
banyak mengandung racun, sehingga buah dari proses membaca membawa kita kepada
tindakan dan perilaku yang menyehatkan lahir maupun batin. Metode membaca dan
mengikat makna dengan cepat melalui metode ini, adalah bertafakur bahwa pancaindra
manusia adalah cerminan dari Yang Maha Mendengar (ASSAMII’), Yang Maha Melihat
(ALBASHIIR), Yang Maha Halus (ALLATHIIF), Yang Maha Benar (ALHAQQ), dan Yang
Maha Waspada (ALKHABIIR). Hasil proses bertafakur atas Nama-Nama ALLOH tersebut
pada saat melakukan proses membaca dan mengkaji bacaan, maka cepatnya
pengikatan makna bacaan bersandar kepada memaknai Asma ALLOH Yang Maha
Membukakan (ALFATTAAH), Yang Maha Meluaskan (ALBAASITH), Yang Maha Tinggi
(AL’ALIYY) dan Yang Maha Agung (AL’AZHIIM).
Mengingat hal yang terlupa model Accelerated
Learning
Jika lupa sesuatu, kita cenderung
berkonsentrasi pada hal yang dilupakan, penalaran tersebut tidak logis sebab
kita sudah melupakannya. Pergunakanlah kekuatan asosiasi. Pergunakan informasi
yang ada sebelum dan sesudah artikel/fakta/nama/peristiwa yang terlupa. Apa
yang anda lakukan, Pikirkan, rasakan, ucapkan saat itu. Dengan siapa Anda ? Apa
saja yang ada disekeliling anda saat itu.
Apabila telah memiliki semua
asosiasinya Katakanlah dalam hati secara positif, Saya akan ingat sebentar
lagi, lalu serahkan pada pikiran bawah sadar. Jawaban biasanya akan segera
muncul.
Mengingat hal yang terlupa model Spiritual
Learning
Kesadaran kepada Yang Maha Membukakan
(ALFATTAAH) dan Yang Maha Mengembalikan (ALMU’IID) mencerahkan kita dari segala
sesuatu yang terlupa.
Sumber bacaan : Hernowo. 2002.
Mengikat makna ” kiat-kiat ampuh untuk melejitkan kemauan plus kemempuan
membaca dan menulis buku”, cetakan ke-III. Penerbit Kaifa. Bandung
0 comments:
Post a Comment